Pada 1980an, anak muda mana yang tidak mengenal Apollo dan Seminar. Kedua nama itu adalah nama bioskop yang hadir pertama kalinya di Rangkasbitung, Bioskop Seminar kemudian disusul Bioskop Apollo. Pertama, Bioskop Apollo letaknya di jalan Sunan Kali Jaga, depan terminal lama lalu yang kedua Bioskop Seminar letaknya di pasar malam. Kedua bioskop ini banyak sekali dikunjungi anak muda, bukan saja dari Rangkasbitung tapi ada juga dari daerah seperti Pandeglang, Parung, Bogor, Labuan, dan masih banyak dari daerah sekitar Rangkasbitung. Film-film yang sering diputar di bioskop tersebut kebanyakan ber genre horor, action, dan film India. Hingga kini, aku sendiri masih nge-fans sama filem Jaka Sembung. Tiketnya pun pada waktu itu berharga Rp.200 sampai Rp.250, dan kalau nonton midnight untuk film khusus dewasa di hargakan 500 rupiah. Uniknya, kita bisa membeli tiket dengan kumpulan bungkus rokok Djarum Coklat.
Menjelang akhir 80-an Bioskop Seminar mengalami defisit sebelum akhirnya gulung tikar. Hal ini tidak terlepas dari mulai banyak penduduk yang menjadikan rumahnya sebagai lahan bisnis untuk bioskop video rumahan. Pemutaran video dilakukan di rumah pribadi dengan tiket antara 50–100 rupiah. Dalam sekali pemutaran video, penonton bisa di perkirakan mencapai 70 orang lebih. Hal ini mungkin dikarenakan film-film yang diputar relatif baru.
Memasuki era 90-an, film-film percintaan anak muda mulai menghiasi baliho kedua bioskop. Seperti Catatan Si Boy, Lupus, Si Roy yang banyak digandrungi anak–anak muda saat itu. Pada 1990-an awal dibangun bioskop baru Mandala letaknya di jalan raya Pandeglang —letaknya saya kurang tahu persis yang pasti nama bioskop ini kemudian diabadikan sebagai nama daerah di Rangkasbitung sampai sekarang.
Mandala Theatre adalah bioskop spesialis film-film mandarin dan ternyata keberadaannya mendapat animo besar dari masyarakat, terutama anak–anak muda. Terbukti dengan setiap pemutaran film yang selalu dikunjungi banyak orang, padahal pada waktu itu daerah ini masih sangat sepi. Seiring jalannya waktu, daerah ini kemudian berubah menjadi hidup dan bergairah dengan hadirnya bangunan toko sampai terminal. Mandala bukan lagi sekedar sebutan untuk nama bioskop tetapi juga daerah penting di Rangkasbitung.
Kembali ke awal 90-an sebenarnya dunia perfilman Indonesia boleh dikatakan sedang lesu–lesunya, ditambah lagi dengan banyaknya televisi swasta, seperti RCTI, SCTV, Indosiar, dan TPI, lengkap sudah permasalahannya mengapa banyak bioskop yang gulung tikar pada era ini. Begitu pun di Rangkasbitung, kira-kira pada 1996 Bioskop Mandala yang umurnya baru seumur jagung pun akhirnya menurunkan baliho untuk seterusnya lalu disusul oleh bioskop Apollo.
Hari ini/sekarang, belum ada lagi kerajaan bioskop di Rangkasbitung. Bagaimana menurut tanggapan Anda? Buat yang pernah merasakan bioskop-bioskop tersebut, silahkan komen dan ceritakan pengalamannya.
Haturnuhun.
EmoticonEmoticon