SEJARAH KEJAYAAN STASIUN RANGKASBITUNG DAN PABRIK MINYAK MEX OLIE


Stasiun Rangkasbitung ini berdasarkan catatan dioperasikan pada 1 Juli 1900, sekaligus satu-satunya stasiun besar di Provinsi Banten. Pembangunan stasiun ini ditujukan untuk menunjang sarana transportasi Kota Rangkasbitung sebagai kota industri di Banten pada masa Kolonial, karena pada masa jayanya stasiun ini merupakan urat nadi perekonomian masyarakat Banten, Rangkasbitung yang ketika itu merupakan kota industri pertanian yang sangat bergantung pada kelancaran arus perputaran transportasi untuk membawa hasil perkebunan dan pertanian ke Jakarta, dan itu bisa diatasi dengan keberadaan Stasiun Rangkasbitung. Sampai sekarang stasiun ini masih digunakan sebagai sarana transportasi untuk menunjang transportasi darat antara kota Rangkasbitung dengan Jakarta.

Disamping stasiun ini masih difungsikan, kini stasiun Kereta Api Rangkasbitung sudah resmi menjadi salah satu Benda Cagar Budaya, berdasarkan undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.

Stasiun Rangkasbitung (RK) adalah stasiun kereta api kelas besar yang terletak di Muara Ciujung Timur, Rangkasbitung, Lebak. Stasiun yang terletak pada ketinggian +22 meter ini termasuk dalam Daerah Operasi I Jakarta dan merupakan stasiun terbesar di Provinsi Banten. Semua kereta api yang melintasi jalur kereta api Tanahabang-Merak pasti berhenti di stasiun ini. Di stasiun ini juga terdapat berturut-turut dipo kereta dan dipo lokomotif yang menyimpan dan merawat gerbong KA Lokal Merak dan lokomotif jenis CC201, CC203 atau CC206 yang didatangkan dari Dipo lokomotif Jatinegara dan Tanahabang.

Stasiun kereta api Rangkasbitung menjadi saksi perkembangan ekonomi Banten. Dahulu, daerah ini ramai dengan pengiriman hasil rempah, pertanian, tambang, dan olahan bumi lain.

Rangkasbitung adalah kota metropolis pertama di Lebak, Banten. Karena itu stasiun Rangkasbitung memiliki peran penting dalam membawa orang-orang yang hendak datang dan pergi.

Yang paling terlihat sampai saat ini puing pabrik minyak kelapa Mex Oil, dan dianggap paling besar pada masa itu (Indonesia), memiliki regulasinya sendiri. Ada jalur khusus kereta untuk masuk dan keluar membawa minyak secara leluasa. Itu menandakan betapa pentingya fungsi kereta api. Rangkasbitung menjadi pusat perkantoran kelapa. Berdirinya pabrik minyak terbesar, dan pengolahan hasil bumi. Rangkasbitung menjadi kota administratif.

Sejarah pabrik minya kelapa ini pada awalnya, wilayah Lebak hanya mampu menyediakan bahan bakunya saja, lalu dirimkan ke Jawa, tapi ketika permintaan melonjak, Jawa tidak menyanggupinya, akhirnya dipilihlah kota Rangkasbitung sebagai titik pabrik pengolahan minyak kelapa.

Selain itu alasan pemilihan kota Rangkasbitung menjadi pabrik pengolahan pabrik minyak kelapa karena sebelumnya memang sudah ada pabrik kecil dan memiliki wilayah sekitarnya sebagai tempat bahan baku serta lokasinya yang strategis dekat dengan pusat pemerintahan.

Ternyata pabrik ini bukan hanya memproduksi minyak kelapa melainkan juga senjata, khususnya mortir dan granat berikut alat pelontarnya, dan bom-bom tarik serta ranjau darat,” tulis Matia Madjiah dalam Kisah Seorang Dokter Gerilya dalam Revolusi Kemerdekaan di Banten.

Pembuatan senjata itu berada di bawah pengawasan Mayor Widagdo, kepala bagian Persenjataan Brigade Tirtayasa. Mayor Widagdo ini belakangan terkenal sebagai Hantu Jembatan, karena dia banyak menghancurkan jalan dan jembatan-jembatan penting ketika Belanda melancarkan agresi militer kedua.

Sayangnya, mortir hasil berdikari ini tidak dilengkapi dengan alat pengontrol dan tidak diketahui pasti sampai sejauh mana jangkauan daya tembaknya.

Karena tidak memiliki peralatan pengontrol, maka dalam pemakaiannya beberapa kali terjadi pelurunya tidak terlontar, tapi meletus di dalam tabung,” tulis Halwany Michrob dan A. Mudjahid Chudari dalam Catatan Masa Lalu Banten. Biasanya, seperti di daerah-daerah lain yang membuat senjata, tabung mortir itu terbuat dari tiang listrik.

Meskipun demikian, para prajurit cukup bangga memilikinya. Mortir itu sedikit banyak dapat menaikkan gengsi pasukan dan menambah semangat prajurit.

Lalu Mengenai pemukiman di sekitar stasiun Rangkasbitung atau yang lebih dikenal dengan kampung Bedeng. Bedeng artinya rumah/pemukiman sementara para pekerja.

Ketika itu Rangkasbitung jaman dulu memang sangat berjaya, sampai-sampai menjadi daya tarik sendiri. Awalnya orang datang ke Rangkasbitung hanya untuk bekerja, tapi lama kelamaan muncul permukiman di sekitar areal stasiun seiring semakin ramainya perdagangan.

Sejarah kejayaan stasiun Rangkasbitung mulai tergantikan sedikit demi sedikit, dengan banyak pemukiman di sekitar areal stasiun. Stasiun menjadi rumah bagi anak-anak jalanan, stasiun menjadi rumah bagi pekerja seks, stasiun rumah preman, stasiun rumah hitam dengan sederet permasalahan kehidupan. Hingga pada akhirnya kesan negatif melekat pada stasiun Rangkasbitung.

Namun kini pemukiman dan pertokoan di areal stasiun Rangkasbitung sudah rata dengan tanah. Sebanyak 105 bangunan yang berada disekitar Stasiun Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, dengan luas lahan mencapai 9.449 m2, digusur oleh pihak PT. KAI Daop 1 Jakarta. Penggusuran dengan mengerahkan 200 personil berikut dari unsur kewilayahan, Agustus 2017.

Langkah penertiban tersebut dilaksanakan dalam rangka pengembangan Stasiun Rangkasbitung. Dimana, sejak dioperasikannya KRL tujuan Stasiun Rangkasbitung, keinginan masyarakat menggunakan jasa angkutan kereta api terus mengalami meningkat.

Penggunaan kereta apipun menjadi sebuah sejarah yang sangat membanggakan ketika Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno berkunjung ke Rangkasbitung pada awal tahun 1957. Beliau melakukan perjalanan ke Rangkasbitung, Ibu kota Kabupaten Lebak sekarang, dilakukan menggunakan Kereta Api UAP, menempuh jarak 83 km melewati jalur Serpong dan Parung Panjang. Ini merupakan sejarah sangat membanggakan bagi kita warga Rangkasbitung bisa di singgahi oleh Presiden pertama Republik Indonesia.

Nah itulah sedikit gambaran tentang masa lalu kejayaan Stasiun Rangkasbitung, semoga bermanfaat. Silahkan share...

Sumber: diolah dari berbagai sumber, Kisah Seorang Dokter Gerilya dalam Revolusi Kemerdekaan di Banten
https://goo.gl/vPzd1n


EmoticonEmoticon